ATR/BPN Dongkrak Ekonomi Bukit Sinyonya: Kampung Reforma Agraria Jadi Ruang Kreatif

oleh -945 Dilihat
oleh
Pengelola Desa Wisata Bukit Sinyonya, Asep Adam (kanan), mendampingi pengrajin saat sesi pelatihan kriya pandan—dampak penataan akses ATR/BPN yang menggerakkan ekonomi warga.
Pengelola Desa Wisata Bukit Sinyonya, Asep Adam (kanan), mendampingi pengrajin saat sesi pelatihan kriya pandan—dampak penataan akses ATR/BPN yang menggerakkan ekonomi warga.

mediasulsel.id – Pandeglang — Reforma Agraria bukan hanya soal kepastian hukum atas tanah. Di Desa Bandung, Kabupaten Pandeglang, program Kementerian ATR/BPN menjelma jadi ruang kreatif dan penggerak ekonomi melalui pengelolaan Desa Wisata Bukit Sinyonya—salah satu Kampung Reforma Agraria terbaik sejak Januari 2025.

Skema penataan akses yang digerakkan ATR/BPN membuka jalan bagi kolaborasi lintas pihak—pemerintah daerah, perguruan tinggi, hingga swasta—untuk memperkuat pemberdayaan warga, terutama generasi muda.

Pengelola objek wisata, Asep Adam (25), menyebut potensi ekonomi Bukit Sinyonya besar, namun butuh ekosistem yang berkelanjutan.

“Potensinya sudah ada, tapi tanpa kemasan yang baik tak ada keberlanjutan. Dengan dibangunnya desa wisata ini, ada harapan—anak muda tertarik untuk terlibat,” ujar Asep saat ditemui di lokasi, Senin (22/09/2025).

Dampaknya terasa di sentra kriya. Pengrajin yang semula membuat tas pandan sederhana kini berinovasi bersama anak muda, melahirkan sepatu berbahan pandan hingga tas berdesain kekinian.

“Awalnya ibu-ibu cuma bisa bikin tas, sekarang kreativitasnya meningkat. Bentuk produk beragam, nilai jual naik,” kata Asep yang tengah menempuh studi Prodi Pariwisata, Universitas Terbuka Serang.

Reforma Agraria juga mengubah peran pengrajin dari sekadar produsen menjadi instruktur bagi warga dan wisatawan.

“Kami tidak hanya menjual produk, tapi juga mengajar. Yang awalnya pengrajin biasa, sekarang instruktur,” ucap Asep.

Manfaat ekonomi dirasakan langsung warga. Ani (52), pengrajin anyaman, menyebut aktivitas ini jadi penghasilan harian dan menguatkan ekonomi keluarga.

“Dari kecil sudah menganyam. Sekarang bisa beli sepatu baru dari hasil anyaman,” tuturnya.

“Saya bisa bantu kuliahkan anak juga dari sini. Memang tidak sepenuhnya, tapi sangat membantu,” tambahnya.

Bagi warga, Reforma Agraria di tangan ATR/BPN bukan semata soal sertipikat tanah, melainkan kemampuan mengelola tanah dan sumber daya di atasnya.

“Kami berkolaborasi dengan universitas, pihak swasta, dan pemda agar desa wisata terus meningkat,” pungkas Ani.

Dengan kurasi program, pendampingan, serta jejaring kemitraan, ATR/BPN menampilkan Reforma Agraria yang pro-warga: mendorong kreativitas, membuka peluang usaha, dan menggerakkan ekonomi desa secara berkelanjutan. (GE/MW)