DLH Makassar Imbau Warga Selektif Beli Daging Sapi, Ada Dugaan Berasal dari TPA

oleh -9 Dilihat
oleh
download
Tampak sapi yang berkeliaran di TPA Antang, Makassar. (Instagram @mksinfo.official)

mediasulsel.id – Makassar – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Makassar mengimbau masyarakat lebih berhati-hati dan selektif saat membeli maupun mengonsumsi daging sapi.

Imbauan itu disampaikan menyusul adanya dugaan sapi yang dipotong dan dagingnya beredar di pasaran berasal dari kawasan sekitar tempat pembuangan akhir (TPA).

Kepala DLH Makassar Helmy Budiman menyampaikan peringatan tersebut saat Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosperda) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Ahad (14/12/2025).

Helmy menegaskan persoalan lingkungan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat.

Terutama jika dampaknya sudah masuk ke rantai pangan hewani, termasuk daging sapi yang dikonsumsi sehari-hari.

“Masyarakat diharapkan bisa lebih selektif dalam memilih daging sapi yang dikonsumsi. Kualitas lingkungan sangat mempengaruhi kualitas pangan, dan ini menyangkut kesehatan masyarakat secara luas,” ujarnya.

Kekhawatiran itu turut diperkuat keterangan pekerja di kawasan TPA Antang, termasuk area TPA Bintang 5 dan TPA Pusat.

Ia menyebut sapi yang berkeliaran dan mencari makan di area gunungan sampah diperkirakan mencapai 900 hingga 1.000 ekor.

Sapi-sapi itu diketahui hidup dan mencari pakan di area terbuka yang dipenuhi sampah rumah tangga, limbah plastik, hingga sisa makanan.

Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran soal kesehatan ternak dan kualitas daging yang berpotensi masuk ke rantai distribusi pangan masyarakat.

DLH berharap pemerintah daerah dan instansi terkait ikut memperketat pengawasan.

Termasuk dinas teknis peternakan serta pengelola Rumah Potong Hewan (RPH) agar memastikan asal-usul sapi dan kelayakan daging yang beredar di pasar tradisional.

Berdasarkan penelusuran lapangan, disebutkan sebagian sapi yang dipotong dan didistribusikan ke pasar di Makassar berasal dari wilayah sekitar kota.

Termasuk kawasan yang berdekatan dengan TPA.

Daging tersebut kemudian dipasarkan dan dikonsumsi masyarakat, sementara riwayat pemeliharaan sapinya kerap tidak diketahui secara pasti.

Situasi itu mendorong perlunya pengawasan berlapis.

Mulai dari RPH, distributor, hingga pedagang di pasar, agar keamanan pangan lebih terjamin.

Respons pelaku usaha kuliner pun beragam.

Sejumlah pemilik rumah makan mengakui pasokan daging yang digunakan berasal dari pasar lokal di Makassar.

Namun, ada juga yang memilih tidak memberikan keterangan saat dimintai konfirmasi.

Sementara itu, Hendrick, pengelola rumah makan coto di Jalan Ratulangi, Makassar, menegaskan komitmennya menjaga kualitas bahan baku.

“Kami bisa menjamin dan memastikan bahwa daging yang kami sajikan kepada pelanggan adalah daging berkualitas baik dan layak konsumsi. Kami menjaga standar itu karena menyangkut kepercayaan dan kesehatan pelanggan,” ujarnya.

Helmy juga mengingatkan, daging yang tidak layak konsumsi bisa berdampak serius bagi kesehatan.

Masyarakat diminta peka terhadap ciri-ciri daging yang mencurigakan.

Misalnya bau menyengat, warna tidak segar, hingga tekstur yang tidak normal.

Jika menemukan indikasi tersebut, warga diminta tidak mengonsumsi dan melaporkannya kepada pihak berwenang.

Di sisi lain, harga olahan daging sapi di Makassar bervariasi.

Mulai dari sekitar Rp6 ribu hingga Rp35 ribu per porsi, tergantung kualitas daging dan penyajian.