Irman Yasin Limpo-Andi Pahlevi Absen Lagi di Sidang Praperadilan, Kini Jadi Tersangka

oleh -20 Dilihat
oleh
download7
DOK IST

mediasulsel.id – Makassar – Sidang kedua praperadilan kasus dugaan penipuan yang menyeret Irman Yasin Limpo (None) dan anggota DPRD Makassar Andi Pahlevi kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Keduanya lagi-lagi tidak menghadiri persidangan yang berlangsung pada Jumat (19/12/2025).

Sidang praperadilan itu disebut sudah dua kali tertunda. Proses praperadilan pun belum sampai pada putusan sah atau tidaknya penetapan tersangka, karena agenda sidang masih berjalan.

Di sisi lain, memasuki sidang kedua ini, Irman Yasin Limpo dan Andi Pahlevi telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen.

Berdasarkan informasi yang diterima, keduanya dijerat Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 266 KUHP tentang penempatan keterangan palsu ke dalam akta autentik, serta Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP terkait penyertaan atau pemberian bantuan dalam tindak pidana.

Penetapan tersangka itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka Nomor B/2545/XI/RES.1.24/2025/Ditreskrimum.

Kasus tersebut diduga berkaitan dengan transaksi senilai Rp 50 miliar dalam proses jual beli Sekolah Islam Al-Azhar yang berlokasi di Jalan Letjen Hertasning, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Dalam perkara itu, Irman Yasin Limpo dan Andi Pahlevi diduga tidak mengakui adanya transaksi tersebut.

Atas penetapan itu, keduanya kemudian mengajukan praperadilan ke PN Makassar. Gugatan didaftarkan pada 10 Desember 2025 dengan nomor perkara 48/Pid.Pra/2025/PN Mks.

Kuasa hukum Irman Yasin Limpo dan Andi Pahlevi, Muhammad Nursalam, membenarkan pengajuan praperadilan tersebut. Ia menyebut sidang praperadilan sudah mengalami dua kali penundaan.

“Sudah dua kali penundaan. Penundaan pertama karena termohon tidak hadir, sementara penundaan kedua karena jawaban termohon belum siap,” kata Nursalam, Jumat (19/12/2025).

Menurut Nursalam, praperadilan diajukan karena pasal-pasal yang disangkakan dinilai tidak sesuai dengan perbuatan kliennya.

“Pasal yang disangkakan adalah Pasal 378 dan Pasal 266 KUHP. Padahal unsur penipuan harus memenuhi adanya serangkaian kata-kata bohong, yang menggerakkan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu,” ujarnya.

Nursalam menilai penetapan tersangka terhadap kliennya tidak tepat dan tidak didukung fakta hukum yang kuat.

“Pasal 378 mensyaratkan adanya penipuan berupa serangkaian kata-kata bohong. Sementara yang menerima uang dalam perkara ini adalah almarhum Andi Baso, bukan Irman Yasin Limpo maupun Andi Pahlevi,” kata Nursalam.

Ia menyebut berdasarkan pengakuan pelapor, uang diserahkan kepada Andi Baso melalui pihak lain. Namun karena Andi Baso telah meninggal dunia, peruntukan uang tersebut disebut tidak dapat diklarifikasi.

“Tidak mungkin orang yang tidak menerima uang diminta bertanggung jawab, atas perbuatan pihak lain,” katanya.

Terkait pengakuan utang, Nursalam menegaskan hal itu tetap harus dibuktikan dengan penyerahan uang secara nyata.

Sementara untuk Pasal 266 KUHP, Nursalam menyebut sangkaan itu berkaitan dengan dikeluarkannya pelapor dari kepengurusan yayasan.

“Itu seharusnya ditempuh melalui mekanisme perdata, bukan pidana. Yayasan adalah organisasi sosial, bukan badan usaha. Pasal 266 mensyaratkan adanya kerugian nyata, sementara dalam yayasan tidak dikenal kerugian finansial, seperti pada perseroan terbatas,” jelasnya.

Atas dasar itu, pihaknya mengajukan praperadilan karena menilai tidak terdapat kesesuaian antara alat bukti dan perbuatan yang disangkakan.

Nursalam mengatakan sidang praperadilan akan dilanjutkan dengan agenda jawaban serta pembuktian dari kedua belah pihak.

“Kami akan menghadirkan ahli pidana dan ahli perdata, untuk menjelaskan keabsahan penetapan tersangka serta aspek hukum yayasan,” katanya.

Sementara itu, perwakilan Bidkum Polda Sulsel AKP Samad yang hadir dalam sidang praperadilan enggan memberikan komentar terkait upaya hukum yang ditempuh Irman Yasin Limpo dan Andi Pahlevi.

“Saya tidak bisa memberikan komentar. Silakan ke humas,” ujarnya singkat di PN Makassar.