Ishak Hamzah Melalui PH Sebut Pernyataan Hj. Wafia Syahrir Ngibul Dalam Pemberitaan di Beberapa Media Online

oleh -144 Dilihat
IMG 20241220 WA0082

MEDIASULSEL.ID, GOWA – Tanggapan terlapor Ishak Hamzah melalui Kuasa Hukumnya, Wawan Nur Rewa, menyebut stetmen Pelapor Hj Wafia Syahrir di salah satu media cetak yang mencaplok kepunyaan tanah milik kliennya adalah ngibul, Kamis (19/12/24) sore.

Sebelumnya, Hj Wafia Syahrir melalui kuasa hukumnya Irmayanti Rahmat dalam siaran persnya, Senin (2/12/2024), mendesak Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Makassar untuk menuntaskan kasus penyerobotan dan pemalsuan dokumen lahan di kelurahan Barombong, Kecamatan Tamalate, Makassar, luas lahan 80 are.

Hj Wafia Syahrir melaporkan Ishak Hamzah pada 2021 silam dalam dugaan penyerobotan dan pemalsuan surat-surat.

Kemudian disebut, terlapor Ishak Hamzah sempat dilakukan penahanan badan selama 3 bulan 30 hari karena terbukti dokumen yang dipegang terlapor adalah palsu, namun terlapor dikeluarkan setelah kuasa hukumnya mengajukan penangguhan penahanan karena adanya gugatan perdata yang dilayangkan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

“Dalam putusan itu, PN Makassar menolak gugatan penggugat secara keseluruhan dan menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp1 juta,” ujar Irmayanti. Sekedar diketahui, status putusan sudah ingkrah atau tidak ada banding.

Menurut Irmayanti, bukti kepemilikan kliennya, berupa SHM dan terdaftar di dalam buku F, dan dikuasai selama ini oleh Hj Wafia Syahrir.

Mendengar hal itu di atas, Terlapor Ishak Hamzah melalui Kuasa Hukumnya, Wawan Nur Rewa, menanggapi stetmen Hj Wafia Syahrir melalui kuasa hukumnya, bahwa pencaplokan tanah kepunyaan kliennya adalah ngibul.

“Saya analisa bahwa stetmen itu ngibul, apalagi mencaplok tanah kepunyaan klien kami dan perlu diwaspadai penyebaran berita bohong, dengan sengaja menjatuhkan klien kami melalui ruang publik kemudian terjadi pemanfaatan dengan membangun konspirasi di luar sana,” ujarnya.

Menurut analisa Wawan, laporan Hj Wafia Syahrir sangatlah lemah sebab dugaan penyerobotan dan pemalsuan dokumen yang dimaksud tidak pernah terbukti pada kliennya.

“Bukti yang kami pegang salah satunya adalah simana buttaya, pajak pratama, sismiop atau jendral pajak, serta BPN dan pengakuan lainnya dari pemerintahan. Setelah itu klien kami dari kakek hingga ayahnya selama ini bertempat tinggal di dalam lahan itu bahkan ada sebuah rumah yang telah dirusak secara semena-mena oleh pihak pelapor, sedangkan penggunaan surat palsu yang dimaksud bukanlah pada klien kami ditemukan, tapi melalui tangan orang lain yang kami duga adalah komplotan pelapor, kenapa klien kami justru yang ditetapkan tersangka karna dari itu ada konsep konspirasi yang main,” tuturnya.

Kuasa Hukum Ishak Hamzah itu juga bercerita, ketidak jelasan status kliennya hingga saat ini menimbulkan kecurigaan penyidik berpihak.

“Kami harus pancing melalui gugatan perdata untuk mengumpulkan bahan lawan karena dari situ kami bisa mendapatkan bukti tambahan, sebab diproses penyidikan seakan mengistimewakan pelapor dan tidak terbuka, kami sudah tau bahwa pada akhirnya akan berstatus Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard (N.O) makanya tidak ada banding, karena sekedar mengumpulkan bahan lawan saja, apalagi status N.O itu pemahaman saya tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, karena putusan tidak berpihak ke salah satu dari kami,” cetusnya.

Wawan Nur Rewa menduga penyidik tidak profesional dalam menangani kasus ini, terbilang memaksakan hingga ada upaya obstruction of justice menghalang halangi pengungkapan fakta sebenarnya dengan membuat kabur pembuktian kliennya.

“Laporan polisi pada 17 desember 2021 dan SPDP keluar pada 28 januari 2022 dibarengi empat surat perintah (SP) Sidik, tidak ditemukan unsur pada terlapor, kemudian keluar lagi SPDP pada 13 maret 2023 dibarengi tiga SP Sidik, diantaranya pada 17 Maret 2023 dengan melakukan penahanan badan terhadap terlapor pada 21 juli 2023, kemudian keluar lagi SP Sidik pada 1 agustus 2023, kemudian melakukan perpanjangan penahanan pada 9 agustus 2023, kemudian keluar lagi SP Sidik pada 1 september 2023, kemudian dikeluarkan paksa terlapor dari tahanan Polrestabes tepat 58 hari dengan dalih penangguhan atau adanya gugatan perdata padahal sebelumnya proses peradilan dalam perdata sudah jauh berproses di pengadilan, setelah itu Kejaksaan Negeri Makassar mengembalikan SPDP ke penyidik pada 17 april 2024, kemudian keluar lagi SPDP pada 31 oktober 2024 plus satu SP Sidik dengan nomor laporan polisi yang sama, pelapor yang sama dan terlapor yang sama,” terang Wawan.

Ia pun menduga dalam proses penyelidikan ini terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sebab setelah terlapor ditahan badan selama 58 hari di Polrestabes Makassar, kembali dikeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan SP Sidik.

“Saya menduga sudah masuk unsur pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang dan atau fungsi penyelidik, yang artinya klien saya sebentar lagi akan kembali ditetapkan tersangka dengan laporan polisi yang sama dan tentunya tercatat ada dua SPDP dan dua Surat Penahanan dengan waktu yang berbeda tapi satu kesatuan, jadi kepastian hukum klien kami sampai detik ini tidak jelas, siapa yang mau bertanggung jawab 58 hari klien kami ditahanan Polrestabes Makassar, ini dipaksakan terus untuk dijerat,” ungkap jebolan aktivis itu. (*)