Pemerintah Desa Harap PN Takalar Rencana Eksekusi di Galut Jangan Salah Sasaran, Hindari Salah Eksekusi

oleh -140 Dilihat
oleh
IMG 20250420 220153
Oplus_131072

Mediasulsel.id, Takalar — Sengketa lahan antara warga Galesong Utara dan pihak yang mengklaim kepemilikan terus berlanjut. Wawan Nur Rewa, Penasihat Hukum Ahli Waris Paccing Dg Ngella dkk, Kohir 277 CI Persil 6 DIII, mengungkapkan bahwa kliennya telah menguasai lahan tersebut sejak era 1970-an. Namun secara mengejutkan, dalam beberapa tahun terakhir, muncul pihak lain yang mengklaim kepemilikan lahan dengan dasar dokumen Akta Jual Beli (AJB) tahun 1990 namun Kohirnya menyebut nomor 69 CI Persil 6 DIII.

“Padahal menurut data resmi dari pemerintah setempat, kedua objek tersebut memang terdaftar dan memiliki tapal batas yang berbeda dan bersebelahan,” ungkap Wawan saat menggelar konferensi pers di Galesong Utara, Minggu (20/4/2025) sore.

Persoalan semakin pelik setelah diketahui bahwa pada tahun 2009, pihak lawan menerbitkan sebuah Akta Hibah yang mengacu pada AJB 1990. Ironisnya, dalam Akta Hibah tersebut, tapal batas yang dicantumkan justru mengambil garis batas milik kliennya yang sah, yakni Kohir 277 CI Persil 6 DIII.

Tak berhenti di situ, pihak pengklaim pun mengajukan gugatan ke pengadilan dengan dasar dokumen Kohir 69 CI Persil 6 DIII, AJB 1990, dan Akta Hibah 2009. Namun pada tingkat pertama, disebut gugatan lawannya ditolak oleh Pengadilan Negeri Takalar, namun kejanggalan justru terjadi pada tingkat banding yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri, dan Mahkamah Agung melalui kasasi juga menolak permohonan dari pihak tergugat, dalam hal ini warga pemilik lahan yang sebenarnya.

Hal tersebut membuat pihak lawan melanjutkan upaya eksekusi terhadap lahan kliennya, meskipun terdapat sejumlah indikasi kekeliruan administratif dan substansi hukum.

“Perkara ini sudah berjalan dari tahun 2013 hingga 2025. Kami menilai telah terjadi ketidak sinkronan dan kekhilafan dalam memvalidasi dokumen perkara di setiap tingkatan pengadilan. Bahkan upaya hukum perlawanan eksekusi pun berujung nihil,” kata Wawan.

Pada Senin, 14 April 2025 lalu, Pengadilan Negeri Takalar menggelar proses konstatering atau pemeriksaan lapangan terhadap objek perkara. Anehnya, lokasi yang dituju adalah Kohir 277 CI Persil 6 DIII yang seharusnya bukan merupakan objek sengketa, alih-alih lokasi sebenarnya yakni Kohir 69 CI.

Hal ini memicu kecurigaan bahwa proses terencana eksekusi telah diarahkan secara tidak adil. “Kami menduga kuat adanya keberpihakan dari pihak pengadilan. Objek yang dipermasalahkan didorong ke area yang bukan bagian dari sengketa,” tegas Wawan.

Wawan juga menanyakan sikap perwakilan pengadilan yang dinilainya tidak independen. “Sikap tidak netral ini sangat merugikan klien kami sebagai termohon eksekusi. Apalagi, klien kami adalah rakyat kecil, yang tidak berpendidikan, yang dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” lanjut disampaikan.

Lahan yang disengketakan memiliki luas sekitar kurang lebih 4.000 meter persegi menurut data pemerintahan dan berada di lokasi strategis, tepat di sisi jalan poros Galesong Utara. Lahan tersebut juga tengah dalam proses sertifikasi dengan dokumen yang diakui pemerintah 100 persen sah.

“Kami curiga, objek klien kami menjadi target mafia tanah. Kami minta pengadilan menjunjung tinggi prinsip Hak Asasi Manusia dan tidak membuat kekeliruan yang mencoreng marwah lembaga peradilan,” tegas Wawan.

Ia menutup pernyataannya dengan harapan agar hukum ditegakkan seadil-adilnya. “Inilah bentuk kecintaan kami terhadap keadilan dan kedaulatan hukum dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Tamalate, Husain, yang dikonfirmasi secara terpisah, turut membenarkan bahwa objek yang akan dieksekusi bukanlah bagian dari sengketa.

“Lokasi yang disengketakan adalah Kohir 69 CI, bukan Kohir 277 CI. Kami dari pemerintah desa sudah memberikan klarifikasi resmi mengenai batas-batas wilayah tersebut,” ujarnya.

Husain juga menambahkan bahwa diatas objek kohir 69 CI terdapat pabrik es yang berbatasan langsung dengan kohir 277 CI, yang berasal dari pecahan kohir 115. Oleh karena itu, ia berharap pihak pengadilan bisa lebih jeli dan tidak salah sasaran dalam pelaksanaan eksekusi. “Jangan sampai yang dieksekusi justru lahan yang tidak berkaitan dengan perkara,” tutupnya. (And)