Perjalanan Reforma Agraria di Asahduren, Sertipikat Tanah Ulayat Dongkrak Ekonomi Masyarakat Adat

oleh -9 Dilihat
oleh
Screenshot2025 11 1819330
Sertipikat Tanah Ulayat Asahduren Jadi Kunci Bangkitnya Ekonomi Masyarakat Adat

mediasulsel.id – Jembrana – Desa Adat Asahduren di Kabupaten Jembrana, Bali, menjadi salah satu contoh nyata bagaimana Reforma Agraria mampu mengubah wajah ekonomi masyarakat adat. Melalui sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah ulayat, warga kini tidak hanya memperoleh pengakuan dan kepastian hukum, tetapi juga akses kerja dan peluang peningkatan kesejahteraan lewat kerja sama dengan dunia usaha.

Legalitas tanah adat yang diterbitkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuka jalan bagi Desa Adat Asahduren untuk menjalin kemitraan dengan PT Nusantara Segar Abadi (NSA) sebagai off-taker. Kerja sama ini memungkinkan tanah adat dikelola secara produktif dan memberi nilai tambah bagi masyarakat adat.

“Inilah fungsi dari sertipikat yang telah kami dapatkan dari BPN. Karena sertipikat inilah kami bisa memberdayakan tanah kami, bisa menjalin kerja sama dengan PT NSA. Jika tanah adat kami tidak bersertipikat, tentu sulit ini,” tutur Bendesa Adat Asahduren, I Kadek Suentra, saat ditemui di Desa Asahduren, Jembrana, Selasa (03/11/2025).

Sebelum adanya dukungan Reforma Agraria, mayoritas warga Asahduren menggantungkan hidup dari kebun cengkeh. Namun, usia tanaman yang sudah tua dan harga yang kurang menguntungkan membuat hasil panen tidak lagi maksimal. Sertipikasi tanah ulayat menghadirkan peluang baru: lahan beralih ditanami varietas pisang cavendish lewat pola kerja sama dengan PT NSA.

“Dulunya tanah ini ditanami cengkeh, namun hasilnya kurang bagus karena memang sudah tua jadi perlu peremajaan. Sekarang harga cengkeh juga tidak sebagus dulu. Dari sertipikat ini, terbukalah kerja sama dengan PT NSA, mulai tanam varietas pisang. Ini merupakan jalan keluar yang baik buat kami,” lanjut I Kadek Suentra.

Perjalanan menuju kepastian hukum atas tanah adat tidak terjadi dalam sekejap. Sekitar pertengahan 2024, Desa Adat Asahduren mulai berkoordinasi dengan BPN Jembrana untuk mengurus sertipikasi tanah ulayat. Kementerian ATR/BPN kemudian melakukan verifikasi ke lapangan, memastikan tidak ada konflik atas tanah tersebut, dilanjutkan dengan proses pengukuran. Puncaknya, sertipikat tanah ulayat diterima secara resmi dalam Konferensi Tanah Ulayat di Bandung pada September 2024.

Momentum sertipikasi tanah ulayat menjadi titik balik bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat adat Asahduren. Setelah penataan aset melalui pemberian sertipikat, proses berlanjut pada penataan akses melalui pemberdayaan ekonomi. “BPN masih terus memantau, bagaimana tanahnya, bagaimana kegunaannya untuk masyarakat. Lalu, kami meminta dari BPN kala itu, kami ingin tanah kami dibantu untuk pemberdayaan,” kata I Kadek Suentra.

Harapan tersebut kemudian direspons cepat oleh Direktorat Jenderal Penataan Agraria (Ditjen Pentag). Kasubdit Pengembangan dan Diseminasi Model Akses Reforma Agraria, Windra Pahlevi, menginisiasi pertemuan antara perwakilan desa dan PT NSA. Lokasi perusahaan yang relatif dekat dengan tanah ulayat Asahduren menjadi salah satu pertimbangan kuat kelanjutan kerja sama. Pada awal November 2024, tim Ditjen Pentag dan PT NSA turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi fisik lahan.

Tak berhenti pada fasilitasi pertemuan, Kementerian ATR/BPN juga memastikan pola kemitraan memiliki landasan hukum yang jelas. “Kita pastikan kerja sama itu ada payung hukum yang jelas. Bagaimana penanamannya, bibitnya dari siapa, lalu bagaimana pemeliharaannya, pendampingannya, hingga sampai nanti pemasarannya. Dari situlah kedua belah pihak bersepakat dan membuat nota kesepahaman untuk pengelolaan tanah seluas 9.800 m² untuk penanaman pisang cavendish,” jelas Windra Pahlevi.

Rangkaian program Reforma Agraria di Desa Adat Asahduren—mulai dari sertipikasi tanah ulayat hingga penguatan akses melalui pemberdayaan ekonomi—menjadi wujud nyata kehadiran negara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat. Kini, warga Asahduren menikmati pendapatan yang lebih stabil dari hasil budidaya pisang cavendish, yang dinilai paling cocok dengan karakter tanah berkontur perbukitan khas wilayah tersebut.

Keberhasilan Asahduren menjadi contoh bagaimana kombinasi kepastian hukum atas tanah dan dukungan akses usaha dapat mendorong masyarakat adat menjadi lebih mandiri dan berdaya.