mediasulsel.id -Makassar, 9 Juli 2025 — Gelombang kritik terhadap Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, terus menguat. Jika sebelumnya hanya Yeni Rahman dari Fraksi PKS yang lantang menyuarakan ketidakpuasan, kini sejumlah anggota DPRD Sulsel dari berbagai fraksi turut menyampaikan kritik tajam dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa malam (8/7/2025) di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.
Dalam sidang tersebut, Heriwawan dan Fatmawati dari Fraksi Demokrat serta Kamaruddin dari Fraksi Harapan secara terbuka menyatakan ketidakpuasan terhadap pola kepemimpinan Andi Sudirman dan Wakil Gubernur Fatmawati Rusdi. Mereka menilai pemerintahan provinsi di bawah duet ini cenderung tidak transparan dan kurang responsif terhadap aspirasi DPRD maupun masyarakat.
Salah satu kritik utama yang disampaikan adalah ketidakhadiran berulang Gubernur Andi Sudirman dalam agenda resmi DPRD, termasuk dalam rapat pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 dan pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sulsel 2025–2029. Dalam sidang tersebut, gubernur kembali absen dan hanya diwakili oleh wakil gubernur.
“Ini bukan pertama kalinya. Sikap tidak hadir langsung di forum resmi seperti ini mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap mekanisme demokrasi dan fungsi pengawasan DPRD,” ungkap Fatmawati, anggota Fraksi Demokrat.
Tak hanya soal kehadiran, utang Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pemerintah Provinsi ke sejumlah kabupaten/kota juga memicu kekecewaan. Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sulsel, Fatma Wahyudin, menilai jawaban yang disampaikan Pemprov terlalu normatif dan tidak menyentuh akar persoalan. Ia menyebut tidak ada komitmen konkret kapan utang tersebut akan dilunasi.
Selain itu, DPRD Sulsel juga secara resmi menggulirkan hak angket untuk menyelidiki pengelolaan aset lahan milik Pemprov di kawasan Center Point of Indonesia (CPI). Penggunaan lahan tersebut dinilai tidak jelas dan mengundang berbagai pertanyaan publik yang hingga kini belum mendapatkan penjelasan transparan dari Pemprov.
Heriwawan, turut menyentil citra publik Gubernur Andi Sudirman Sulaiman yang selama ini dikenal aktif dalam berbagai gerakan sosial, seperti “Gerakan Anti Mager
“Namun menurutnya, keaktifan tersebut berbanding terbalik dengan sikap gubernur yang dinilai abai dalam forum-forum akuntabilitas publik seperti rapat paripurna DPRD.
“Hadir di panggung publik seperti ‘Gerakan Anti Mager’, namun ‘mager’ di ruang akuntabilitas memberi kesan abai terhadap substansi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa undangan DPRD merupakan mandat rakyat, sehingga mengabaikannya sama saja dengan mengabaikan suara publik. “Kami tegaskan, undangan DPRD adalah mandat rakyat. Mengabaikannya berarti mengabaikan suara publik,” tambah Ketua Pemuda Muhammadiyah Sulsel tersebut. Ia juga mengingatkan bahwa ketidakhadiran gubernur dalam forum strategis seperti ini berpotensi merusak komunikasi politik antara dua pilar utama pemerintahan daerah.
Yeni Rahman, yang sebelumnya menjadi satu-satunya anggota dewan yang berani bersuara sejak April 2025, kini mendapatkan dukungan dari banyak legislator. Ia menyambut baik langkah DPRD menggulirkan hak angket dan meminta agar ini tidak berhenti hanya pada wacana.
“Ini soal tanggung jawab kita terhadap rakyat. DPRD tidak boleh diam ketika transparansi dan akuntabilitas pemerintah dipertanyakan,” ujar Yeni.
Situasi ini menandai babak baru dalam dinamika politik antara legislatif dan eksekutif di Sulawesi Selatan. Jika tak segera ada respons dari Pemprov Sulsel, bukan tidak mungkin tekanan politik akan terus meningkat menjelang pembahasan anggaran berikutnya.