,

Sertipikat Tanah Jadi Modal: Desa Bandung Tumbuh Jadi Destinasi Baru Pandeglang

oleh -525 Dilihat
oleh
Portal Selamat Datang Desa Wisata Bukit Sinyonya Kampung Reforma Agraria di Desa Bandung, Pandeglang
Portal Selamat Datang Desa Wisata Bukit Sinyonya Kampung Reforma Agraria di Desa Bandung, Pandeglang

Pandeglang, mediasulsel.id –  Indonesia — Reforma Agraria mengubah wajah Desa Bandung, Kabupaten Pandeglang. Dari hamparan semak belukar, lahan warga yang telah bersertipikat kini dikelola bersama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi destinasi wisata: Objek Desa Wisata Bukit Sinyonya.

“Dari tanah yang tadinya semak belukar… dengan adanya tanah yang bersertipikat dapat dikerjasamakan. Tanah milik perorangan dikerjasamakan dengan BUMDes untuk dijadikan satu objek, yaitu Objek Desa Wisata Bukit Sinyonya,” kata Kepala Desa Bandung, Wahyu Kusnadiharja, saat ditemui di Bukit Sinyonya, Senin (22/9/2025).

Transformasi ini diperkuat lewat program Kampung Reforma Agraria yang digulirkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Program tersebut tak sekadar memfasilitasi sertipikasi, tetapi juga pendampingan usaha dan penguatan kapasitas warga lintas sektor.

“Dengan adanya Kampung Reforma Agraria, potensi langsung dikelompokkan: ada kelompok ikan, sadar wisata, kopi, dan anyaman pandan. Setelah dikelompokkan, ditingkatkan kapasitasnya,” ujar Wahyu.

Kepala Desa Bandung memaparkan pengelolaan Reforma Agraria untuk wisata.

Dampak ekonominya mulai terasa. Direktur BUMDes Desa Bandung, Syaifullah, menyebut pendapatan warga bergerak naik seiring geliat usaha di sekitar objek wisata.

“Masyarakat yang dari ekonominya masih sangat sederhana, lalu kita ada program ini, jadi lebih meningkat untuk ekonominya. Sedikit banyak sangat membantu, bisa menopang ekonomi masyarakat,” tutur Syaifullah.

Sejak resmi dibuka pada 2023, Bukit Sinyonya telah dikunjungi lebih dari 10 ribu wisatawan. Selain menikmati panorama alam, pengunjung dapat belajar mengolah kopi puhu—kopi robusta khas Desa Bandung—mencoba membuat anyaman pandan bersama kelompok perempuan pengrajin, hingga melihat budidaya ikan mas Sinyonya.

“Semua kelompok tersebut merupakan masyarakat Desa Bandung. Walau potensinya berbeda-beda, semua jadi berdaya. Masyarakat juga semakin kreatif karena makin banyak permintaan,” pungkas Syaifullah.

Kisah Desa Bandung menunjukkan Reforma Agraria bukan sekadar urusan sertipikat. Dokumen legal atas tanah justru menjadi instrumen pengungkit yang menghidupkan potensi lokal, menggerakkan ekonomi, dan menumbuhkan kebanggaan warga—baik pada level individu maupun kelompok.