MEDIASULSEL.ID, TAKALAR — Kampung anyaman bambu yang berada di, Desa Paddinging, Kecamatan Sanrobone, Kabupaten Takalar mampu bertahan puluhan tahun dan masih eksis dengan julukannya sebagai desa pengrajin anyaman bambu .
Desa Paddinging merupakan sentra penghasil perkakas rumah tangga berbahan anyaman bambu yang terkenal puluhan tahun. saat ini tercatat hampir setiap masyarakat di desa Paddinging yang melanjutkan tradisi menganyam bambu dengan menggunakan alat tradisional.
Dari hasil survey hampir setiap rumah di Desa Paddinging sebagian besar memproduksi kerajinan anyaman bambu, sebab dulunya Desa ini terkenal sebagai Desa pengrajin anyaman bambu yang sudah diwariskan dari nenek moyang dahulu.
Implementasi metode Outing Class di sentra industri kerajinan bambu sebagai sarana apresiasi karya seni berbasis kearifan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan apresiasi karya seni berbasis kearifan lokal melalui aktivitas belajar outing class di sentra industri kerajinan bambu Desa Paddinging, Kecamatan Sanrobone, dalam proses pembelajaran tatap muka terbatas SDN Kompleks Sambung Jawa Kota Makassar.
Kegiatan ini di ikuti 133 siswa terdiri dari Kelas V dan VI tahun pelajaran 2024 beserta para guru-guru dan orang tua siswa dengan menggunakan 7 unit truk armada TNI yang mengangkut para siswa, Kamis (14/11/2024).
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian lapangan menggunakan pendekatan kualitatif deskripsi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, angket, catatan lapangan, foto, dan dokumen hasil diskusi siswa.
Salah seorang guru kelas VI Irwan Ali mengatakan, outing class ini mengeksplorasi jejak budaya dan kearifan lokal, “ada banyak pilihan yang bisa di pilih, akan tetapi menganyam itu bagian dari leluhur kita yang hampir punah, bagaimana kita melihat sendiri anak-anak melihat langsung pembuatan tikar, paddingin dan timbah yang berbahan daun lontara,” imbuhnya.
Tujuan outing class ini sebagaimana anak-anak dapat memahami tentang sejarah di masa lalu yang ada di Sulawesi Selatan. “Kita sebenarnya berada di titik kulminasi di Sulsel ini, betapa merosotnya pengetahuan anak-anak tentang budaya lokal, termasuk bahasa daerah yang bikin kami prihatin, jadi apa yang kita lakukan hari ini upaya dari kami untuk dapat kembali mendekatkan anak-anak tentang sejarah kebudayaan yang seharusnya mereka pahami,” tandas Irwan.
Irwan Ali berharap agar kedepannya anak-anak dapat memahami tentang sejarah kearifan lokal sehingga kedepan anak cucu juga bisa mengetahui tentang sejarah kearifan budaya lokal. (And)