
mediasulsel.id – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran kementerian/lembaga (K/L) hingga 2026. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pelaksanaan Efisiensi Belanja dalam APBN, yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 5 Agustus 2025.
Pasal 2 ayat (2) PMK tersebut menegaskan bahwa efisiensi tidak hanya berlaku pada anggaran K/L, tetapi juga pada dana transfer ke daerah (TKD). Sementara Pasal 2 ayat (3) menyebut hasil efisiensi akan digunakan untuk kegiatan prioritas Presiden, dengan koordinasi Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara.
Tahun depan, terdapat 15 item belanja yang akan dipangkas, yaitu:
Alat tulis kantor
Kegiatan seremonial
Rapat, seminar, dan sejenisnya
Kajian dan analisis
Diklat dan bimtek
Honor output kegiatan dan jasa profesi
Percetakan dan souvenir
Sewa gedung, kendaraan, dan peralatan
Lisensi aplikasi
Jasa konsultan
Bantuan pemerintah
Pemeliharaan dan perawatan
Perjalanan dinas
Peralatan dan mesin
Infrastruktur
dilansi dri CNN Indonesia. Aturan efisiensi 2026 ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kebijakan tahun 2025 yang diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025. Namun, Sri Mulyani belum membeberkan besaran persentase penghematan tiap item untuk tahun depan. Besaran tersebut akan ditentukan berdasarkan arahan presiden dan disampaikan langsung kepada masing-masing K/L.
Namun, Sri Mulyani belum merinci berapa persentase efisiensi yang harus dipenuhi K/L dari masing-masing item tersebut pada 2026.
“Menteri keuangan dapat melakukan penyesuaian item belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan arahan presiden,” tulis Pasal 3 ayat (5) PMK 56/2025.
Nantinya, sang Bendahara Negara bakal langsung menyampaikan besaran efisiensi yang harus dipenuhi kepada masing-masing K/L. Besaran efisiensi yang ditetapkan tak bisa diganggu gugat, tapi tetap mempertimbangkan target penerimaan perpajakan.
Setelah K/L mengidentifikasi pos anggaran yang bisa dihemat, usulan revisi akan dibahas dengan DPR RI. Jika disetujui dan disahkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu, sebagian anggaran akan diblokir dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Meski demikian, Pasal 13 ayat (2) PMK 56/2025 mengatur bahwa anggaran yang diblokir masih dapat dibuka untuk tiga kondisi, yaitu:
Belanja pegawai, operasional kantor, tugas dan fungsi dasar, serta pelayanan publik
Kegiatan prioritas Presiden
Kegiatan yang menambah penerimaan negara