mediasulsel.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, memberikan klarifikasi terkait kekhawatiran masyarakat soal penyitaan tanah bersertifikat yang tidak digunakan selama dua tahun. Ia menegaskan bahwa aturan tersebut tidak berlaku untuk semua jenis sertifikat, melainkan hanya untuk Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan hak pakai yang tidak dimanfaatkan secara produktif.
Menurut Nusron, lahan dengan status tersebut bisa dikategorikan sebagai tanah terlantar bila dalam waktu dua tahun tidak ada aktivitas ekonomi atau pembangunan. Namun, ia menekankan bahwa prosesnya tidak dilakukan secara tiba-tiba, melainkan melalui mekanisme administratif bertahap yang memakan waktu hingga 587 hari.
“Prosedurnya dimulai dari pemberitahuan, kemudian surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Jika tidak juga dimanfaatkan, pemerintah bisa menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar,” jelas Nusron dalam pernyataan resmi, Rabu (16/7/2025).
Lebih lanjut, ia memastikan bahwa aturan ini tidak mencakup tanah dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM), termasuk tanah warisan. Tanah hak milik tetap dapat diwariskan lintas generasi dan tidak dibatasi waktu penggunaannya.
“Tanah SHM itu tidak memiliki batas waktu. Jadi kalau tidak digunakan selama dua tahun, tidak serta merta bisa disita negara,” tegasnya.
Penjelasan ini disampaikan Nusron Wahid dalam berbagai kesempatan, termasuk saat menghadiri acara pengukuhan dan Rakernas I PB IKA-PMII di Jakarta pada 13 Juli lalu. Ia juga menyebut bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mendukung program reforma agraria dengan memanfaatkan lahan-lahan yang tidak diberdayakan.
Nusron mengungkapkan bahwa hingga saat ini terdapat sekitar 1,4 juta hektare lahan berstatus tanah terlantar dari total 55,9 juta hektare tanah bersertifikat di Indonesia. Tanah-tanah ini nantinya akan menjadi objek redistribusi, yang dapat dialokasikan kepada masyarakat, kelompok tani, organisasi masyarakat, hingga lembaga keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.
“Kalau tanah bersertifikat seperti HGU dan HGB sudah bertahun-tahun dibiarkan kosong, maka itu bisa ditetapkan menjadi tanah terlantar dan dimasukkan ke dalam program land reform,” ujar Nusron.
Dengan klarifikasi ini, Nusron berharap masyarakat tidak salah paham. Ia juga menegaskan bahwa langkah ini ditujukan untuk memastikan tanah negara dimanfaatkan secara optimal demi kepentingan publik dan kesejahteraan bersama.