
mediasulsel.id – Bone – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bone resmi membatalkan rencana kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 300 persen.
Keputusan tersebut diumumkan Sekretaris Daerah (Sekda) Bone, Andi Saharuddin, Selasa (19/8/2025) malam, setelah adanya arahan dari pemerintah pusat sekaligus hasil evaluasi atas kebijakan lama.
“Untuk sementara kita tunda, kita kaji ulang, dan kembali ke SPPT lama. Adapun yang sudah membayar akan disesuaikan,” kata Saharuddin.
Dibatalkan Usai Demo Ricuh
Rencana kenaikan PBB ini sebelumnya memicu penolakan warga dan mahasiswa. Aksi demonstrasi berlangsung di Watampone dan sempat berujung ricuh, Selasa petang.
Massa bahkan mencari Bupati Bone, Andi Asman Sulaiman, dan Wakil Bupati, Andi Akmal Pasluddin, untuk berdialog, namun keduanya tidak hadir.
“Kami imbau masyarakat tetap tenang dan tidak terprovokasi pihak yang tidak bertanggung jawab,” ucap Saharuddin.
Pemkab Klaim Hanya 65 Persen, Bukan 300 Persen
Sebelumnya, Pemkab Bone menegaskan bahwa kenaikan PBB-P2 tidak mencapai 300 persen, melainkan hanya sekitar 65 persen.
Menurut Kepala Bapenda Bone, Muh Angkasa, lonjakan tersebut dipicu penyesuaian Zona Nilai Tanah (ZNT) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), bukan tarif pajak.
“Nilai tanah di Bone terakhir diperbarui 14 tahun lalu. Ada yang masih Rp 7 ribu per meter persegi, padahal sekarang jauh berbeda,” jelas Angkasa.
Instruksi dari Pemerintah Pusat
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, sebelumnya telah mengeluarkan surat edaran agar seluruh kepala daerah meninjau kembali kenaikan PBB-P2 yang mencapai lebih dari 100 persen.
Kemendagri mengingatkan agar setiap kebijakan mempertimbangkan kemampuan masyarakat serta dibahas bersama DPRD.
Kebijakan kenaikan PBB di sejumlah daerah disebut banyak ditetapkan oleh penjabat (Pj) kepala daerah yang belum memiliki kepala daerah definitif pasca Pilkada 2024.
Kesimpulan
Dengan keputusan ini, pembayaran PBB di Bone akan kembali menggunakan SPPT lama. Pemerintah daerah berjanji melakukan evaluasi menyeluruh sebelum menentukan kebijakan baru.