Mediasulsel.id, Makassar — Proses hukum di Polda Sulawesi Selatan kembali menuai sorotan tajam. Mulyadi, pelapor kasus dugaan penipuan dan penggelapan bernilai miliaran rupiah, mempertanyakan kinerja Unit III Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Sulsel yang dinilainya lamban dan tidak transparan. Laporan polisi bernomor STTLP/B/55/I/2023/SPKT/POLDA SULSEL yang ia ajukan sejak Januari 2023 hingga kini tak menunjukkan perkembangan berarti.
Kasus yang menyeret nama CEO PT Maswindo Bumi Mas, Aswin Yanuar, disebut Mulyadi telah hampir tiga tahun berjalan tanpa kepastian hukum. Ia menilai penyidik terkesan abai dan tidak memberikan kejelasan terhadap salah satu terlapor utama yang justru memiliki peran sentral dalam perkara tersebut.
“Laporan saya sudah hampir tiga tahun di Polda Sulsel, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan terhadap terlapor Aswin Yanuar yang selaku CEO PT Maswindo Bumi Mas,” tegas Mulyadi saat ditemui di salah satu warkop di Jalan Veteran, Makassar, Kamis (23/10/2025).
Mulyadi menuding adanya perlakuan hukum yang tidak seimbang antara dua terlapor dalam satu perkara. Ia menyebut, salah satu terlapor, Hidayat, telah lebih dulu divonis oleh Pengadilan Negeri Makassar pada 8 Oktober 2025, sementara Aswin Yanuar yang disebut sebagai dalang utama masih bebas tanpa alasan yang jelas mengapa tidak ditahan, meski telah berstatus tersangka.
Berdasarkan Surat Ketetapan Penetapan Tersangka Nomor: S.Tap/95/VII/RES.1.11./2025/Krimum tertanggal 8 Juli 2025, Aswin Yanuar resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditkrimum Polda Sulsel. Namun, penetapan tersebut dinilai hanya sebatas formalitas, karena hingga kini penyidik belum melakukan langkah konkret, termasuk penahanan.
“Pada bulan September 2025, Aswin memang memenuhi panggilan kedua penyidik, tapi anehnya tidak ditahan. Padahal sejak awal dia tidak kooperatif, menolak hadir di panggilan pertama, dan terus mengulur waktu,” ujar Mulyadi dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Mulyadi mengungkapkan adanya penawaran damai sepihak dari pihak Aswin Yanuar melalui kuasa hukumnya. Terlapor disebut menawarkan kompensasi berupa sebuah rumah di Surabaya, namun ia tolak tegas karena sertifikat rumah tersebut tidak atas nama Aswin Yanuar, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sah.
Pelapor menduga ada indikasi perlindungan hukum terhadap Aswin Yanuar yang disebut-sebut sebagai pihak paling bertanggung jawab atas dugaan penipuan tersebut. Ia menilai proses hukum yang berlarut-larut menjadi bukti lemahnya penegakan hukum di tubuh Polda Sulsel dan menunjukkan adanya ketidakadilan dalam penanganan perkara.
“Kasus ini jelas-jelas tidak adil. Dua orang terlapor, satu sudah divonis, sementara yang satunya dibiarkan tanpa kejelasan. Saya curiga ada sesuatu yang tidak beres di balik lambannya penyidikan ini,” tegasnya.
Tak hanya soal lambannya penyidikan, Mulyadi juga menyoroti kinerja internal Ditkrimum yang dinilai tidak konsisten. Sejak laporan dilayangkan, kasusnya telah berganti tangan empat kali, dengan AKP Firman kini menjadi Kepala Unit (Kanit) keempat yang menangani perkara tersebut.
Pergantian penyidik yang terlalu sering disebut turut memperlambat jalannya proses hukum dan mengaburkan arah penyidikan.
“Saya sebagai korban sangat dirugikan. Prosesnya terlalu lama, tidak transparan, dan berubah-ubah orang yang menangani. Saya minta Kapolda Sulsel turun langsung agar perkara ini tidak terus diperlambat,” tutup Mulyadi.
Hingga berita ini diterbitkan, penyidik Unit III Ditkrimum Polda Sulsel belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi melalui pesan WhatsApp kepada Kanit AKP Firman hanya dibalas singkat: “Tetap kami proses.” (*)



