Mediasulsel.id Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI), Sufirman Rahman, membantah tuduhan terkait keterlibatannya dalam dugaan penggelapan dana sebesar Rp 4,3 miliar yang melibatkan Yayasan Wakaf UMI. Dalam pernyataannya, Sufirman mempertanyakan dasar tuduhan dan bukti yang dikaitkan dengannya dalam kasus tersebut.
Rektor Universitas Muslim Indonesia (UMI), Sufirman Rahman, membantah tuduhan terkait keterlibatannya dalam dugaan penggelapan dana sebesar Rp 4,3 miliar yang melibatkan Yayasan Wakaf UMI. Dalam pernyataannya, Sufirman mempertanyakan dasar tuduhan dan bukti yang dikaitkan dengannya dalam kasus tersebut.
“Saya hanya berperan dalam penyampaian penawaran kepada pimpinan universitas, namun tidak ikut dalam evaluasi terkait kelayakan harga,” ungkap Sufirman di Menara UMI, Makassar.
Setelah menjabat sebagai rektor, Sufirman membentuk tim evaluasi untuk menilai penawaran yang masuk, namun ia menegaskan tidak tergabung dalam tim tersebut. Menurutnya, pencairan dana dilakukan oleh staf keuangan yang kemudian diserahkan kepada rekanan bernama Ibnu.
Meskipun ada tuduhan praktik korupsi dalam kasus ini, Sufirman menegaskan bahwa kasus pengadaan videotron tersebut tidak terbukti. Ia meminta agar bukti yang ada diperiksa dengan teliti.
Sufirman juga menyatakan bahwa dirinya mendengar kabar tentang statusnya sebagai tersangka, berdasarkan Pasal 55 yang merujuk pada keterlibatan dalam tindak pidana penggelapan. Namun, ia menjelaskan bahwa perannya hanya sebatas menandatangani dokumen yang telah disiapkan oleh staf.
Sementara itu, Polda Sulawesi Selatan mengonfirmasi bahwa ada empat tersangka dalam kasus ini, termasuk Sufirman. Para tersangka adalah SR (Sufirman), BM (mantan rektor), HA, dan MIW, yang semuanya merupakan bagian dari Yayasan UMI.
Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, A.K.B.P Nasaruddin, menyatakan bahwa kasus ini berawal dari laporan pada 25 Oktober 2023, dan penyelidikan meningkat ke tahap penyidikan pada 1 Februari 2024. Kasus ini mencakup dugaan penggelapan dalam berbagai proyek, termasuk pembangunan taman, gedung, dan pengadaan videotron, dengan total kerugian mencapai Rp 4,3 miliar.