Penyidik Diduga Tekan Pelapor Kasus Kekerasan Seksual Anak, Pemerhati Sosial Desak Kapolda Sulsel Agar Mengambil Tindakan Tegas

oleh -143 Dilihat
oleh
IMG 20250509 WA0013

Mediasulsel.id, Makassar — Perkembangan terbaru penanganan kasus kekerasan seksual terhadap bocah perempuan berusia 6 tahun, siswi TK BHAYANGKARI BRIMOB Makassar yang terjadi di Makassar kian memprihatinkan. Meskipun pelaku berinisial AL (35) sempat ditangkap oleh pihak kepolisian pada Selasa malam, 7 Mei 2025 pukul 21.00 WITA, namun informasi dari warga sekitar rumah pelaku menyebutkan bahwa AL telah kembali ke rumahnya pada hari ini, 9 Mei 2025

Pelapor, H (33) yang merupakan ibu sambung korban, menyampaikan bahwa ia menerima chat dari penyidik yang menyarankan agar ia mencabut laporan.

“Disuruh ka ke kantor polisi pak, cabut laporan na bilang polisi apa mau ku,” ungkap H, membacakan isi pesan yang diterimanya dari penyidik.

Yang lebih memperburuk situasi, berdasarkan keterangan terbaru, pelaku merupakan kakak kandung dari ayah biologis korban. Hubungan darah tersebut membuat posisi pelapor sebagai ibu sambung menjadi sangat rentan terhadap intimidasi, baik dari keluarga pelaku maupun dari pihak aparat.

“Saya terus didesak cari saksi, bahkan diminta cabut laporan. Sekarang pelaku katanya sudah di rumah lagi. Saya takut karena posisi saya bukan ibu kandung, dan keluarga pelaku itu dekat dengan ayah korban,” ucap H.

M. Jupri, pengamat sosial dan kemasyarakatan, menilai bahwa kondisi ini berbahaya bagi proses penegakan hukum dan keadilan korban anak.

“Fakta bahwa pelaku adalah saudara kandung ayah korban memperbesar potensi konflik kepentingan dan tekanan dalam keluarga. Harusnya ini menjadi pertimbangan serius bagi penyidik untuk melindungi pelapor, bukan malah melemahkannya,” tegas Jupri.

Ia mendesak Kapolda Sulsel dan Kapolrestabes Makassar untuk segera memeriksa penyidik yang menangani kasus ini, mengingat dugaan pelanggaran etik, kelalaian, serta intimidasi terhadap saksi dan pelapor.

Sementara itu, Ketua TRC UPT PPA Kota Makassar, Makmur, menyatakan bahwa proses hukum seharusnya mengedepankan perlindungan terhadap korban dan saksi.

“UU sudah sangat jelas, baik itu UU TPKS, UU Perlindungan Anak, maupun UU Perlindungan Saksi dan Korban. Semua mengatur bahwa saksi dan korban harus dijaga dari tekanan atau intimidasi,” ujarnya.

Pelapor telah melaporkan kasus ini sejak 20 Februari 2025. Kejadian pelecehan terjadi pada 15 September 2024, di mana pelapor memergoki langsung pelaku saat memasukkan tangan ke kemaluan korban di lantai dua rumah mereka di Jalan Banta-Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Makassar.

Hasil medis menunjukkan korban mengalami pulpa vaginitis, infeksi, dan trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya.

Kini, pelapor akan mengambil pendamping hukum untuk mempertimbangkan melaporkan tindakan penyidik ke Propam Polda Sulsel, serta mengajukan permohonan perlindungan hukum ke LPSK. (And)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *