mediasulsel.id – Maros, 15 Juni 2025 — Suasana Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Dusun Taipa, Desa Majannang, Kecamatan Maros Baru, berubah tegang setelah rencana pemecatan Kepala Dusun memicu kemarahan warga. Warga dan pemuda menilai keputusan Kepala Desa Junaedi tersebut dilakukan tanpa melalui proses musyawarah dan melanggar prinsip partisipatif dalam tata kelola pemerintahan desa.
Forum yang dihadiri tokoh masyarakat, pemuda, dan sejumlah warga, memperlihatkan penolakan keras terhadap langkah Kepala Desa yang dianggap tidak transparan dan tidak menghargai peran serta masyarakat.
Sikap serupa datang dari kalangan pemuda Dusun Taipa yang menyuarakan kekecewaan atas keputusan sepihak tersebut. Mereka menilai tindakan kepala desa telah mencederai nilai-nilai demokrasi desa.
“Kalau keputusan ini tetap dilanjutkan tanpa ada dialog dengan warga, maka kami siap menggerakkan massa yang lebih besar. Ini baru awal,” ucap salah satu pemuda dengan nada tegas yang disambut riuh dukungan dari peserta lain.
Sepanjang jalannya RDP, tak ada klarifikasi atau solusi konkret dari Kepala Desa Junaedi maupun perwakilan pemerintah desa, yang dinilai masyarakat sebagai sikap menghindar dari pertanggungjawaban.
Warga Beri Tenggat Waktu: 20 Juni 2025
RDP akhirnya menghasilkan pernyataan sikap bersama. Warga memberi batas waktu kepada Kepala Desa untuk mencabut keputusan pemecatan atau menghentikan proses perekrutan Kadus baru hingga Jumat, 20 Juni 2025.
“Kalau tidak dibatalkan, kami akan kembali turun dengan jumlah lebih besar. Dusun ini bukan milik pribadi, ini milik semua warga,” ungkap salah satu koordinator aksi.
Dinilai Langgar Aturan Pemerintahan Desa
Sejumlah peraturan disebut telah dilanggar dalam proses ini. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf d mengatur bahwa kepala desa wajib menjunjung prinsip musyawarah dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan desa.
Selain itu, Pasal 24 dalam undang-undang yang sama menegaskan bahwa asas pemerintahan desa meliputi keterbukaan, partisipasi, dan musyawarah mufakat. Artinya, masyarakat seharusnya dilibatkan secara aktif dalam keputusan penting seperti penggantian aparat desa.
Tak hanya itu, Permendagri Nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa juga menekankan bahwa pemberhentian perangkat desa harus dilakukan secara objektif, berdasarkan alasan yang sah, dan melalui proses evaluasi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Penulis : Sakti